JAWA KILAT
Mode Gelap
Artikel teks besar

Terungkap, Ini Alasan Kenapa Puasa NU dan Muhammadiyah Beda

Gambaran melihat hilal
Gambaran melihat hilal
(Sumber: Istimewa) 

Jawaupdate.com - Puasa merupakan ibadah penting yang dilakukan oleh umat Islam setiap tahun, dan penetapan awal bulan Ramadan menjadi momen yang ditunggu-tunggu. 

Namun, seringkali kita mendapati bahwa awal puasa antara dua organisasi Islam besar di Indonesia, yakni Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, bisa berbeda. 

Perbedaan ini bukan tanpa alasan, melainkan disebabkan oleh perbedaan dalam metode yang digunakan kedua organisasi tersebut untuk menentukan awal bulan Hijriyah, khususnya bulan Ramadan.

Metode Penentuan Awal Bulan

Dalam menentukan datangnya hari pertama ramadhan, NU dan Muhammadiyah menggunakan beberapa metode seperti berikut ini:

1. Nahdlatul Ulama (NU)

NU, sebagai organisasi Islam yang berpengaruh di Indonesia, menggunakan metode rukyatul hilal untuk menentukan awal bulan. Rukyatul hilal adalah metode pengamatan visual terhadap hilal (bulan sabit pertama) yang muncul setelah matahari terbenam pada akhir bulan. 

Jika hilal terlihat oleh mata telanjang, maka bulan baru dianggap telah dimulai. Mtode ini sangat bergantung pada cuaca dan kondisi langit, karena hilal harus terlihat oleh para pengamat di wilayah tersebut. 

Oleh karena itu, penetapan awal puasa bisa berbeda di berbagai tempat, tergantung pada hasil pengamatan hilal.

2. Muhammadiyah

Di sisi lain, Muhammadiyah menggunakan metode hisab wujudul hilal untuk menentukan awal bulan. Hisab adalah perhitungan astronomis yang dilakukan untuk menentukan posisi hilal berdasarkan data ilmiah dan matematika. 

Menurut Muhammadiyah, jika posisi hilal sudah cukup tinggi di atas ufuk dan memenuhi kriteria tertentu, maka bulan baru sudah dianggap dimulai, meskipun hilal tersebut mungkin belum terlihat dengan mata. 

Dengan metode ini, Muhammadiyah menetapkan awal puasa berdasarkan perhitungan yang pasti, tanpa bergantung pada pengamatan visual hilal.

Implikasi Perbedaan Metode

Perbedaan dalam metode ini mengakibatkan perbedaan dalam penetapan awal bulan, yang sering kali berujung pada perbedaan waktu pelaksanaan ibadah puasa. 

Dengan metode rukyatul hilal yang digunakan NU, pengamatan hilal dilakukan secara langsung dan sangat bergantung pada kondisi cuaca serta keberhasilan pengamatan di masing-masing wilayah. Hal ini menyebabkan awal puasa bisa berbeda-beda antar wilayah, bahkan antar negara.

Sebaliknya, dengan metode hisab wujudul hilal yang digunakan Muhammadiyah, awal bulan ditentukan melalui perhitungan matematis yang cenderung lebih konsisten dan lebih pasti.

Sehingga, walaupun kondisi langit tidak mendukung pengamatan hilal, perhitungan astronomis yang dilakukan Muhammadiyah dapat memberikan ketepatan yang lebih terukur mengenai awal bulan Ramadan.

Pentingnya Memahami Perbedaan Ini

Perbedaan penetapan awal puasa antara NU dan Muhammadiyah seharusnya disikapi dengan bijak dan penuh pengertian. Keduanya memiliki landasan yang sah dan didasarkan pada metode yang diyakini benar oleh masing-masing organisasi. 

NU dengan metode rukyatul hilalnya dan Muhammadiyah dengan metode hisab wujudul hilalnya, keduanya bertujuan untuk menjalankan ibadah puasa sesuai dengan ajaran Islam yang benar. Oleh karena itu, meskipun terdapat perbedaan waktu pelaksanaan puasa, kita perlu menghormati perbedaan ini dan tidak menjadikannya sebagai pemicu perpecahan.

Perbedaan dalam penetapan awal puasa antara Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah dapat dijelaskan dengan perbedaan metode yang digunakan. 

NU mengandalkan pengamatan visual hilal (rukyatul hilal), sementara Muhammadiyah mengandalkan perhitungan astronomis (hisab wujudul hilal). 

Keduanya merupakan metode yang sah dan sesuai dengan ajaran Islam. Oleh karena itu, penting bagi umat Islam untuk menyikapi perbedaan ini dengan saling menghormati dan menjaga keharmonisan dalam menjalankan ibadah puasa.

 Perbedaan ini bukanlah suatu halangan, melainkan sebuah kekayaan tradisi dalam cara kita menjalankan ibadah yang sama.

Posting Komentar