Sandra Dewi Dicecar Soal Kasus Timah yang Seret Suaminya : Kalau Tau Saya Larang
Sandra Dewi (Sumber : IG/ @Sandradewi88) |
JawaUpdate.com - Artis cantik Sandra Dewi akhirnya memberikan kesaksian atas kasus timah yang menyeret suaminya yakni Harvey Moeis.
Dalam kesaksian tersebut, Sandra Dewi dicecar sejumlah pertanyaan terutama terkait dengan karir hingga penghasilan.
Dalam menjalani karir, beberapa pihak ada yang mengajukan perjanjian kontrak ataupun berjalan begitu saja tanpa kontrak.
"Tahunnya saya dari 2004, lumayan (banyak pekerjaan yang pakai kontrak) saya ada 220 kontrak jadi brand ambasador. Ada 200 episode sinetron dengan kontrak, ada banyak pekerjaan yang tidak pakai kontrak, kayak MC kawinan tidak pakai kontrak," ungkapnya di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis (10/10/2024).
Sandra menyebutkan bahwa unit apartemen yang disita merupakan hasil kerja kerasnya sendiri selama menjadi brand ambassador.
"Iya, yang disita apartemen brand ambassador Serpong itu dikasih dua unit apartemen. Nggak tahu harganya, karena saya dikasih. (Yang disita) ada dua unit apartemen saya hadiah PT Serpong sebagai BA, dan satu rumah," katanya.
Sementara tas mewah dan branded yang dimilikinya ada yang berasal dari endorsemet. Mobil-mobil yang turut disita merupakan milik keluarga.
Uang yang diberikan sang suami digunakannya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti biayai anak sekolah hingga biaya listrik.
"Untuk kebutuhan sendiri saya pakai uang sendiri. Saya tidak mau minta-minta, saya punya penghasilan cukup dari saya single, saya wanita mandiri. Saya tidak pernah minta ke orang tua saya, suami saya sejak saya di Jakarta," ungkapnya.
Ibu dua anak ini juga mengaku kecewa lantaran Harvey tidak mengaku mengenai kerja samanya dengan BUMN.
Kepada awak media Sandra Dewi mengaku tidak mengetahui tentang kasus korupsi yang menyeret suaminya.
"Kalau saya tahu kerja sama sama BUMN, saya larang suami saya. Nggak cerita, kalau tahu saya larang. Kenapa saya larang, banyak teman-teman suami saya ujung-ujungnya berurusan dengan penegak hukum berisiko tinggi, karena badan usaha ada untung rugi, kalau BUMN harus untung," pungkasnya.