Viral Kyai Hamili Santriwati, DPRD Trenggalek Dorong Pengusutan sampai Tuntas
Ilustrasi kehamilan |
JawaUpdate.com - Belum lama ini jagad maya dihebohkan dengan kasus pencabulan Kiyai terhadap santriwati di Trenggalek hingga hamil. Sejumlah kalangan menuntut pengusutan kasus tersebut agar tidak menimbulkan keresahan.
Sejalan dengan hal tersebut, DPRD Trenggalek Doding Rahmadi berharap aparat hukum segera melakukan pengusutan hingga tuntas.
"Harapannya ya harus diproses secepatnya, karena ini adalah salah satu permasalahan di masyarakat dan bisa menimbulkan konflik di masyarakat. Kami berharap penegak hukum untuk bergerak. Saya yakin penegak hukum akan bergerak," kata Doding Rahmadi, Minggu (28/9/2024).
Menurutnya tindak asusila tersebut mampu mencoreng lembaga yang seharusnya jadi tempat belajar agama justru dikotori oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab.
"Kami sangat prihatin atas kejadian-kejadian tersebut. Ya karena ini di dunia pendidikan, di dunia pesantren. Kami benar-benar berharap kepada masyarakat untuk mencegah hal-hal tersebut tidak terulang lagi," imbuhnya.
Doding menambahkan bahwa kasus tersebut harus mendapatkan penanganan serius lantaran sudah berulang kali terjadi.
"Dari pemerintah Kabupaten, dari dinas perlindungan perempuan dan anak juga akan maksimal mungkin untuk terjun memberi edukasi ke masyarakat dan sebagainya agar hal-hal tersebut tidak terjadi lagi," jelasnya.
Kuasa hukum korban menjelaskan bahwa satu-satunya harapan yakni penuntasan perkara tersebut. Menurutnya sampai sekarang belum ada hasil dari laporan kliennya lantaran pelaku belum ditetapkan sebagai tersangka.
"Ada korban itu ya memang tugas polisi harus menyelesaikan, kalau itu tidak tuntas ya jadi PR dan tanggung jawab polisi selamanya. Ya ini harus dituntaskan. Ya sama kalau ada pembunuhan, ada korbannya ya pasti ada pelakunya, nah polisi dibiayai negara salah satunya ya untuk itu," kata Haris Yudianto selaku kuasa hukum korban.
Menurutnya, kekurangan bukti dan saksi menjadi pemicu utama sulitnya penuntasan kasus pencabulan tersebut.
"Kesulitan itu tergantung, kalau perkara seperti ini banyak Undang-undangnya yang bisa dipergunakan, salah satunya Undang-Undang TPKS. Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual itu, sebenarnya satu alat bukti cukup. Tapi itu tergantung penyidik," ujarnya.
Sebelumnya, kasus ini bermula saat korban menempuh pendidikan di ponpes Trenggalek. Saat positif hamil, korban mengaku pelaku penyetubuhan adalah pimpinan pondok pesantren. Pekara tersebut sempat dilaporkan ke pihak kepolisian, namun sampai sekarang belum membuahkan hasil.